Kamis, 15 Desember 2011

Menyambut Tahun Baru Hijriyah

Dalam menghadapi tahun baru hijriyah atau bulan Muharram, sebagian kaum muslimin salah dalam menyikapinya. Bila tahun baru Masehi disambut begitu megah dan meriah, maka mengapa kita selaku umat Islam tidak menyambut tahun baru Islam semeriah tahun baru masehi dengan perayaan atau pun amalan?

Satu hal yang mesti diingat bahwa sudah semestinya kita mencukupkan diri dengan ajaran Nabi dan para sahabatnya. Jika mereka tidak melakukan amalan tertentu dalam menyambut tahun baru Hijriyah, maka sudah seharusnya kita pun mengikuti mereka dalam hal ini. Bukankah para ulama Ahlus Sunnah seringkali menguatarakan sebuah kalimat,

لَوْ كَانَ خَيرْاً لَسَبَقُوْنَا إِلَيْهِ

Seandainya amalan tersebut baik, tentu mereka (para sahabat) sudah mendahului kita melakukannya.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, tafsir surat Al Ahqof: 11, 7/278-279, Dar Thoyibah, cetakan kedua, tahun 1420 H.)

Inilah perkataan para ulama pada setiap amalan atau perbuatan yang tidak pernah dilakukan oleh para sahabat. Mereka menggolongkan perbuatan semacam ini sebagai bid’ah. Karena para sahabat tidaklah melihat suatu kebaikan kecuali mereka akan segera melakukannya.

Sejauh yang kami tahu, tidak ada amalan tertentu yang dikhususkan untuk menyambut tahun baru Hijriyah. Dan kadang amalan yang dilakukan oleh sebagian kaum Muslimin dalam menyambut tahun baru Hijriyah adalah amalan yang tidak ada tuntunannya karena sama sekali tidak berdasarkan dalil atau jika ada dalil, dalilnya pun lemah.

Beberapa Amalan Keliru dalam Menyambut Tahun Hijriyah

Beberapa amalan atau perbuatan yang keliru atau tidak pernah dicontohkan atau tidak ada haidstnya yang kuat dari Rasulullah SAW, yaitu:

Pertama: Do’a awal dan akhir tahun

Amalan seperti ini sebenarnya tidak ada tuntunannya sama sekali. Amalan ini tidak pernah dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, para sahabat, tabi’in dan ulama-ulama besar lainnya. Amalan ini juga tidak kita temui pada kitab-kitab hadits atau musnad. Bahkan amalan do’a ini hanyalah karangan para ahli ibadah yang tidak mengerti hadits.

Yang lebih parah lagi, fadhilah atau keutamaan do’a ini sebenarnya tidak berasal dari wahyu sama sekali, bahkan yang membuat-buat hadits tersebut telah berdusta atas nama Allah dan Rasul-Nya.

Kedua: Puasa awal dan akhir tahun

Sebagian orang ada yang mengkhsuskan puasa di akhir bulan Dzulhijah dan awal tahun Hijriyah. Inilah puasa yang dikenal dengan puasa awal dan akhir tahun. Dalil yang digunakan adalah berikut ini.

مَنْ صَامَ آخِرَ يَوْمٍ مِنْ ذِي الحِجَّةِ ، وَأَوَّلِ يَوْمٍ مِنَ المُحَرَّمِ فَقَدْ خَتَمَ السَّنَةَ المَاضِيَةَ بِصَوْمٍ ، وَافْتَتَحَ السَّنَةُ المُسْتَقْبِلَةُ بِصَوْمٍ ، جَعَلَ اللهُ لَهُ كَفَارَةٌ خَمْسِيْنَ سَنَةً

“Barang siapa yang berpuasa sehari pada akhir dari bulan Dzuhijjah dan puasa sehari pada awal dari bulan Muharrom, maka ia sungguh-sungguh telah menutup tahun yang lalu dengan puasa dan membuka tahun yang akan datang dengan puasa. Dan Allah ta’ala menjadikan kaffarot/tertutup dosanya selama 50 tahun.”

Penilaian ulama pakar hadits mengenai riwayat di atas:

  1. Adz Dzahabi dalam Tartib Al Mawdhu’at (181) mengatakan bahwa Al Juwaibari dan gurunya –Wahb bin Wahb- yang meriwayatkan hadits ini termasuk pemalsu hadits.
  2. Asy Syaukani dalam Al Fawa-id Al Majmu’ah (96) mengatan bahwa ada dua perowi yang pendusta yang meriwayatkan hadits ini.
  3. Ibnul Jauzi dalam Mawdhu’at (2/566) mengatakan bahwa Al Juwaibari dan Wahb yang meriwayatkan hadits ini adalah seorang pendusta dan pemalsu hadits.

Kesimpulannya hadits yang menceritakan keutamaan puasa awal dan akhir tahun adalah hadits yang lemah yang tidak bisa dijadikan dalil dalam amalan. Sehingga tidak perlu mengkhususkan puasa pada awal dan akhir tahun karena haditsnya jelas-jelas lemah.

Ketiga: Memeriahkan Tahun Baru Hijriyah dengan Pesta

Merayakan tahun baru hijriyah dengan pesta kembang api, mengkhususkan dzikir jama’i, mengkhususkan shalat tasbih, mengkhususkan pengajian tertentu dalam rangka memperingati tahun baru hijriyah, menyalakan lilin, atau membuat pesta makan, jelas adalah sesuatu yang tidak ada tuntunannya. Karena penyambutan tahun hijriyah semacam ini tidak pernah dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakr, ‘Umar, ‘Utsman, ‘Ali, para sahabat lainnya, para tabi’in dan para ulama sesudahnya. Yang memeriahkan tahun baru hijriyah sebenarnya hanya ingin menandingi tahun baru masehi yang dirayakan oleh Nashrani. Padahal perbuatan semacam ini jelas-jelas telah menyerupai mereka (orang kafir). Secara gamblang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka”( HR. Ahmad dan Abu Daud. Syaikhul Islam dalam Iqtidho’ (1/269) mengatakan bahwa sanad hadits ini jayid/bagus. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih sebagaimana dalam Irwa’ul Gholil no. 1269)

Menyambut tahun baru Hijriyah bukanlah dengan memperingatinya dan memeriahkannya. Namun yang harus kita ingat adalah dengan bertambahnya waktu, maka semakin dekat pula kematian. Sungguh hidup di dunia hanyalah sesaat dan semakin bertambahnya waktu kematian pun semakin dekat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا لِى وَمَا لِلدُّنْيَا مَا أَنَا فِى الدُّنْيَا إِلاَّ كَرَاكِبٍ اسْتَظَلَّ تَحْتَ شَجَرَةٍ ثُمَّ رَاحَ وَتَرَكَهَا

Aku tidaklah mencintai dunia dan tidak pula mengharap-harap darinya. Adapun aku tinggal di dunia tidak lain seperti pengendara yang berteduh di bawah pohon dan beristirahat, lalu meninggalkannya.( HR. Tirmidzi no. 2551. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dho’if Sunan At Tirmidzi )

Hasan Al Bashri mengatakan, “Wahai manusia, sesungguhnya kalian hanya memiliki beberapa hari. Tatkala satu hari hilang, akan hilang pula sebagian darimu.” (Hilyatul Awliya’, 2/148, Darul Kutub Al ‘Arobi)

Hukum mengucapkan selamat tahun baru

Syaikh Utsaimin pernah ditanya mengenai ucapan selamat tahun baru hijriyah dengan pertanyaan sbb:

Syaikh yang mulia, apa hukum mengucapkan selamat tahun baru hijriyah? Dan apa kewajiban kita kepada orang yang mengucapkan selamat tahun baru hijriyah kepada kita?

Syaikh Utsaimin menjawab sbb:

Jika seseorang mengucapkan selamat kepadamu maka jawablah, tapi jangan kamu memulainya. Inilah pendapat yang benar dalam masalah ini. Seandainya seseorang mengucapkan mengucapkan selamat tahun baru kepadamu, maka jawablah: semoga Allah menyampaikan selamat kebaikan untukmu dan menjadikannya tahun kebaikan dan keberkahan.

Tetapi ingat, jangan kamu memulainya karena saya tidak mengetahui adanya riwayat dari para Salafus Shalih bahwa mereka dahulu mengucapkan selamat tahun baru hijriyah. Bahkan para Salaf belum menjadikan bulan Muharram sebagai awal tahun baru kecuali pada masa khilafah Umar bin Khatthab radhiyallahu anhu. (dikutip dari pertemuan bulanan ke-44 di akhir tahun 1417 H).

Dikutip dari berbagai sumber :

http://rumaysho.com

http://www.voa-islam.com

Semoga Allah memberi kekuatan di tengah keterasingan. Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.

9 komentar:

Izin share ya, Jazakumullah khair

salahkah melakukan perbuatan baik walaupun itu tidak dicontohkan oleh nabi ataupun tidak ada landasan hukum secara terperinci? apakah semua itu nantinya dikatakan bid'ah?

Untuk Anonim, coba renungkan
1. Baik tidak jika kita melakukan shalat shubuh 4 rakaat, khan lebih banyak sujudnya sehingga kita punya kesempataan berdoa lebih banyak, dan harusnya mendapat pahala lebih banyak

2. baik tidak jika kita berpuasa, pasti baik, tapi bolehkah saya berpuasa di 1 syawal sehingga puasa lebih banyak??

Apakah hanya dengan tidak mengucapkan selamat tahun baru kepada teman sudah tertutup pintu kebaikan kepada teman atau karib kerabat, apa tidak baik kita doakan mereka tanpa mereka ketahui.. apakah ini juga sebuah kebaikan..

Pak abdurrahman: pertanyaan anonim sy baca salahkah berbuat baik yg tdk dicontohkan nabi, tp pak abdurahman ambil contoh sholat subuh jd gak nyambung..semua sholat dicontohkan nabi jd tdk bisa ditambah atau dikurangi..
Pelarangan puasa 1 syawal pun sudah jelas dlm hadist jd tdk bisa diambil contoh pak.. Maaf klw sy salah krn msh belajar agama

السلام عليكم.. anonim : bid'ah yg di sebutkan didalam hadits Rasululla adalah bid'ah untuk permasalahan agama, ada yg berpendapat bahwa bid'ah itu ada yg baik, dan ada yg buruk.. akan tetapi sesungguhnya tidak ada bid'ah yg baik, karna bid'ah yg dimaksud dalam hadits, adalah bid'ah untuk hal agama,bukan untuk keduniaan... jadi apabila anda seorang ahli elektronik,kemudian anda membuat handphone agar manusia lebih mudah untuk berkomunikasi, maka ini bukanlah bid'ah yg di maksudkan oleh Rasulullah, hanya saja kebanyakan manusia menilai ini ada bid'ah yg baik, tapi hrus digaris bawahi,bid'ah hasanah/ baik ini hanyalah arti dari segi bahasa... bukan makna yg sesungguhnya... jadi apabila qta berbuat baik tentang hal keduniaan itu sah2 saja... akan tetapi apabila melakukan kebaikan dalam hal agama tanpa ada tuntunan dari Al-Qur'an dan Hadits, maka itu bid'ah dan hanya akan sia2... sebagaimana yg Rasulullah katakan,bahwasanya ibadah yg tidak ada tuntunan/dalil,maka hanya sia2... contohnya, mengadakan tahlilan untuk orang yg meninggal dunia, hari ke 7, ke-40,ke-100 dst.. ini merupakan ritual ibadah yg bukan berasal dari tuntunan islam,dari Al-Qur'an maupun Hadits, tdak ada satupun dalil yg menganjurkan atau mewajibkan, akan tetapi ini adalah budaya nenek moyang yg tdak jelas asal usulnya... walaupun yg dibaca ketika tahlilan adalah shalawat,ayat2 Al-Qur'an dsb yg mana shalawat dan membaca ayat2 Al-Qur'an adalah yg sangat baik akan tetapi ketika hal yg baik ini dibungkus dengan sesuatu atau cara yg salah atau tdak ada tuntunannya, maka ini smua akan menjadi sia sia... jadi qta harus mengerti bahwasanya bid'ah yg dimaksud Rasulullah adalah bid'ah terhadap agama... jdi pesawat terbang, HP, komputer dsb adalah bukan termasuk bid'ah.. walaupun dikatakan kbanyakan manusia bahwa HP dsb adalah bid'ah hasanah/baik , akan tetapi ini hanya arti bahasa.. arti sesungguhnya dri bid'ah adalah mengada2kan sesuatu yg baru dalam urusan agama... wallahu'alam... jazakumullah khairan,,

السلام عليكم.. anonim : bid'ah yg di sebutkan didalam hadits Rasululla adalah bid'ah untuk permasalahan agama, ada yg berpendapat bahwa bid'ah itu ada yg baik, dan ada yg buruk.. akan tetapi sesungguhnya tidak ada bid'ah yg baik, karna bid'ah yg dimaksud dalam hadits, adalah bid'ah untuk hal agama,bukan untuk keduniaan... jadi apabila anda seorang ahli elektronik,kemudian anda membuat handphone agar manusia lebih mudah untuk berkomunikasi, maka ini bukanlah bid'ah yg di maksudkan oleh Rasulullah, hanya saja kebanyakan manusia menilai ini ada bid'ah yg baik, tapi hrus digaris bawahi,bid'ah hasanah/ baik ini hanyalah arti dari segi bahasa... bukan makna yg sesungguhnya... jadi apabila qta berbuat baik tentang hal keduniaan itu sah2 saja... akan tetapi apabila melakukan kebaikan dalam hal agama tanpa ada tuntunan dari Al-Qur'an dan Hadits, maka itu bid'ah dan hanya akan sia2... sebagaimana yg Rasulullah katakan,bahwasanya ibadah yg tidak ada tuntunan/dalil,maka hanya sia2... contohnya, mengadakan tahlilan untuk orang yg meninggal dunia, hari ke 7, ke-40,ke-100 dst.. ini merupakan ritual ibadah yg bukan berasal dari tuntunan islam,dari Al-Qur'an maupun Hadits, tdak ada satupun dalil yg menganjurkan atau mewajibkan, akan tetapi ini adalah budaya nenek moyang yg tdak jelas asal usulnya... walaupun yg dibaca ketika tahlilan adalah shalawat,ayat2 Al-Qur'an dsb yg mana shalawat dan membaca ayat2 Al-Qur'an adalah yg sangat baik akan tetapi ketika hal yg baik ini dibungkus dengan sesuatu atau cara yg salah atau tdak ada tuntunannya, maka ini smua akan menjadi sia sia... jadi qta harus mengerti bahwasanya bid'ah yg dimaksud Rasulullah adalah bid'ah terhadap agama... jdi pesawat terbang, HP, komputer dsb adalah bukan termasuk bid'ah.. walaupun dikatakan kbanyakan manusia bahwa HP dsb adalah bid'ah hasanah/baik , akan tetapi ini hanya arti bahasa.. arti sesungguhnya dri bid'ah adalah mengada2kan sesuatu yg baru dalam urusan agama... wallahu'alam... jazakumullah khairan,,

semoga hidayah ALLOH selalu bersama hamba-hambaNya yg taat maupun yg belum taat, yg baik maupun yg belum baik, yg pinter maupun yg belum pinter, yg melampaui batas maupun yg tdk. amiin

Allah itu baik, dan saaangat baik. Dan Allah itu suka dengan kebaikan. Semua tergantung niat. Tahlil, atau apapun yang tidak ada di sana, sangatlah cocok untuk yang ada di Indonesia. Karena memang harus seperti itulah cara melakukan syiar Islam yang ada di Indonesia. Dan yang berhak menilai adalah Allah bukan manusia..

Posting Komentar

Silakan tinggalkan komentar anda di sini!